Oleh: Latifatun Nafisah (20205032029)
Agama merupak salah satu hal yang fundamental dalam kehidupan
manusia, agama mulai dikenal sejak peradaban pertama manusia di muka bumi.
Dalam Islam, kebenaran tentang agama, merupakan gambaran lain tentang kebenaran
akan semua yang datang dari agama, baik berupa perintah, janji dan kabar akan
hal yang sifatnya metafisika. Berlanjut tentang metafsika, Islam merupakan
salah satu agama yang menjanjikan kehidupan setelah kematian, atau hari akhirat
dengan segala isinya, seperti hari kebangkitan, hisab, mizan, shirat, surga dan
neraka. Tidak hanya itu, hal-hal yang sifatnya metafisika dalam Islam bahkan
menjadi syarat utama untuk diterima keislamannya, lantaran Allah sendiri
merupakan dzat yang dalam Islam sifatnya ghaib dan harus diyakini.
Hal ini lantaran kebenaran dalam agama itu sendiri tidak bersifat
pembuktian secara indrawi, atau secara teoritis yang harus dibuktikan secara
faktual, akan tetapi kebenaran dalam agama bersifat keyakinan dan kepercayaan.
Seperti yang Allah Firmankan dalam QS al-Baqarah ayat 2 yang berbunyi:
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ
بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
Artinya: “yaitu orang-orang yang beriman pada yang ghaib,
menegakkan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan
kepada mereka”
Terlihat jelas dalam ayat ini, bahwasanya kriteria utama dari
seorang mukmin selain menegakkan shalat dan menunaikan zakat adalah percaya terhadap
hal-hal ghaib (metafisik). Akan tetapi kebenaran dalam kehidupan manusia
memiliki banyak versi yang berkembang, termasuk di antaranya adalah kebenaran
dalam Filsafat. Kebenaran dalam Filsafat dianggap lebih bisa dipertanggung
jawabkan, hal ini lantaran Filsafat adalah ilmu tentang kebenaran dan kebenaran
filsafat diperoleh sebagai kebenaran hasil berpikir yang dilakukan secara
radikal, spekulatif dan universal. Filsafat mencari kebenaran dengan melakukan
perenungan dan percobaan terhadap suatu spekulasi agar menemukan sisi kebenaran
atau membuangnya jika memang tidak dapat dibuktikan secara empiris. Salah satu
teori menemukan kebenaran dalam filsafat adalah teori verifikasi yang digagas
oleh Ayer. Berbeda dengan teori
verifikasi yang umumnya diyakini oleh penganut Postifisme Logic, teori
Verifikasi milik Ayer lebih bersifat lunak, yakni sebuah proposisi akan
bermakna dengan adanya kemungkinan untuk di indra pada faktanya itu sudah cukup
untuk menjadikan kata-kata memiliki makna. Hal ini yang mendasari proposisi
yang menceritakan masa lalu atau masa depan tetap bermakna dalam teori
Verifikasi milik Ayer, meskipun ayer merupakan salah satu anggota circel of
Wina yang menolak hal-hal metafisika dalam banyak teori filsafat yang
dihasilkan.
Selayaknya sebuah karya teori, sekilas teori verifikasi milik Ayer tampak
biasa saja, akan tetapi pada sisi lain teori ini justru bisa menjadi
bertentangan dengan karakteristik aliran postivisme logis yang menolak metafisika
jika dihubungkan dengan janji-janji Allah yang diyakini dalam Islam. hari
akhirat misalnya, dalam banyak firman-Nya, Allah swt banyak menyertakan indra
mata sebagai pendukung akan bukti keberadaannya yang masih dijanjikan, karena
hari akhirat dinyatakan sebagai masa depan yang akan disaksikan oleh seluruh
umat manusia. Bisa kita lihat dalam QS al-Jin ayat 24 yang berbunyi:
حَتّٰىٓ اِذَا
رَاَوْا مَا يُوْعَدُوْنَ فَسَيَعْلَمُوْنَ مَنْ اَضْعَفُ نَاصِرًا وَّاَقَلُّ
عَدَدًاۗ
Artinya: “Sehingga apabila mereka melihat (azab) yang diancamkan
kepadanya, maka mereka akan mengetahui siapakah yang lebih lemah penolongnya
dan lebih sedikit jumlahnya”
Melalui firman Allah swt pada QS al-Jinn ayat 24 dapat dipahami
bahwasanya keberadaan hari akhirat merupakan hal yang bisa disaksikan dengan
mata telanjang apabila sudah tiba waktunya, hal ini tak ubahnya seperti
proposisi yang menceritakan masa depan, dimana proposisi tersebut dalam teori
verifikasi milik Ayer tetap bermakna sekalipun pada fakta yang masih belum bisa
diindra. Hal ini mungkin hanya bersifat spekulasi semata, akan tetapi bagi umat
islam bisa menjadi penguat keimanan di tengah-tengah pembelajaran filsafat yang
pada umumnya dinilai menafikan hal-hal non-indrawi. Melalui teori verifikasi
ayer, para pelajar filsafat di masa depan bisa melahirkan teori-teori baru
dalam dunia filsafat yang justru selain mementingkan objek indrawi, akan tetapi
juga merangkul keyakinan yang selama ini dipertahankan, upaya-upaya yang
sepadan perlu dilakukan mengingat urgensitas hal metafsik dalam Islam tidak
bisa dipisahkan dari agama tersebut. Sekian.
Komentar
Posting Komentar