Setelah beribu
detik, beratus menit, berpuluh jam dan beberapa hari mengurung diri di kamar
kosan, akhirnya aku meneruskan ritual ngopi hari ini. Tidak keluar dari
kosan bukan karena ingin fokus mengerjakan tugas atau menyelesaikan sebuah
bacaan, lebih tepat karena aku harus melakukan penghematan hidup di negeri
rantau. Berhemat adalah perilaku terpuji bukan? Dan kata ibu guru waktu SD, “yang
hemat pangkal kaya”. Walau pun setelah kuliah aku baru sadar, ternyata
berperilaku hemat tidak bisa dibedakan dengan ‘kekurangan uang’. Dan semakin
aku banyak membaca buku, aku semakin memahami betapa definisi mengenai ‘hemat’
dan ‘kaya’ itu senantiasa ‘ngepper’. Apalagi setelah membaca
dekonstruksi Derrida, pemikiran seolah-olah didorong kebelakang untuk
mempertanyakan segala kemapanan definisi yang selama ini banyak ditelan
bulat-bulat.
Memang mengetahui
hal baru, baik berupa pengalaman eksperimental, spiritual atau bahkan intelektual
adalah sesuatu yang menyenangkan, tapi juga menjadi ancaman. Semakin kita
mendalami tentang sebuah objek, maka pikiran kita akan terus berkembang dalam
meramalkan, memikirkan dan mempertanyakan tentang objek tersebut. Sebagai subjek
kita tak akan pernah bisa tenang di tengah terpaan badai ‘tanya’ yang terus
menghantui itu. Orang yang mempelajari dengan giat dan sepenuh pikiran permasalahan
ekonomi, pikirannya akan disibukkan dengan menganalisis tekanan ekonomi,
inflasi, bursa efek bahkan krisis yang akan melanda negeri ini jika satu dua
hal dibiarkan. Kekhawatiran akan bersemayam. Hal ini berbeda dengan ‘orang
kampung’ yang hidup sehari-hari dari bertani, pulang ke rumah, makan ala
kadarnya, beribadah dengan khusyu’ untuk bersyukur, lalu tertidur pulas
di malam hari, tak pernah merasakan kegelisahan pemikiran seputar ekonomi,
kebangkrutan, krisis, inflasi, surplus sebagaimana pakar ekonomi kita yang
budiman itu, yang mana rambutnya yang mulai memutih tampak berguguran bagai
bunga Sakura Tohoku di musim gugur.
Ah, tapi itu hanya
penampakan dalam kacamata kuda, sejatinya setiap orang akan sibuk dan
dipermainkan oleh pemikirannya sendiri. Petani kita yang soleh tadi, sebelum
tidur pikirannya dipenuhi dengan beberapa permasalahan yang menuntut ia
selesaikan. Biaya bulanan anaknya yang nyantri harus segera dilunasi
bulan depan, yang menuntut ia pikirkan malam ini. Serangan wabah yang mulai
mengancam di musim hujan harus segera ia antisipasi, sebelum padi-padinya
digerogoti walang sangit. Pemikiran pak tani kita yang saleh itu harus diganggu
oleh beberapa hal yang –salahnya- harus ia ketahui. Pengetahuan akan sesuatu
ternyata tidak menenangkanmu, bahkan bisa menyibukkan dan menyengsarakanmu.
Masa’ iya gitu? Bukankah
ada pengetahuan yang bisa menjamin manusia untuk memperoleh ketenangan lahir
batin, yakni pengetahuan tentang Allah (معرفة الله)? Mereka yang
mencapai derajat tertentu dalam ke-ma’rifah-an sejatinya terus dilanda
kegelisahan, bukan malah ketenangan. Mereka selalu merasa bahwa dirinya tak
memiliki kuasa apapun di alam raya ini. Tuhan yang menjadi muara segala ada
baginya adalah sebuah dzat yang begitu Tinggi, misterius dan tak pernah
terpahami dengan baik. Iman yang menjadi hulu segala sikap kepasrahan dan
berbuah ketenangan yang saat ini ia miliki adalah kenikmatan yang tak berasal
dari dirinya, tapi dianugerahkan begitu saja. Sehingga ia terus berada dalam ‘ancaman’
kalau saja Allah akan mengambil kenikmatan beriman itu kapan pun Ia
berkehendak. Seorang yang berjuang di atas jalan Allah (salik) selalu
berada dalam sebuah kondisi yang diistilahkan oleh para ulama dengan maqom
al-Qabdh (مقام القبض ), sebuah maqamat di mana ia tidak bisa menghindar
dari kuasa Allah dalam tiap jengkal kondisi yang ia jalani. Dalam momen ini,
seorang sufi benar-benar terlempar ke dalam kemurniaan hakikat eksistensinya, dia
rapuh dalam ketidaktahuan tentang apa pun, ia hanya ‘ada’ dalam hakikat ‘tiada’
dan ‘tiada’ dalam hakikat ‘ada’.
Jadi,
jika anda tertarik untuk mencari pengetahuan, maka siapkanlah mental mau men’derita’
(dalam tanda kutip) setebal dan sebanyak pengetahuan yang ingin anda rengkuh. Dan
jangan sesekali anda berusaha untuk mencari kebenaran, sebelum derita (tanpa
tanda kutip) benar-benar menyengsarakan anda!
Yogyakarta
29, Desember 2021
Komentar
Posting Komentar