Memasuki
2021 ini, Indonesia dilanda kehilangan seorang ulama, habib min dzurruyati
Rasulillah, shohibul karomah, yakni al-Habib al-Mahbub Ja’far bin Muhammad
al-Kaff, Kudus. Seorang yang dikenal dengan al-Majdzub (secara harfiah
bermakna; ditarik) ini merupakan satu dari sekian paku Jawa bahkan Nusantara
yang masih tersisa hingga saat ini. Meninggalnya Habib Ja’far merupakan satu
dari sekian isyarat, bahwa regenerasi ulama di negeri subur ini sedang
berlangsung.
Bulan
desember yang baru lepas, warga Indonesia, tak hanya Nahdliyyin, sedang
memperingati Haol Gus Dur yang ke-11. Sebagaimana diketahui, Habib Ja’far
adalah sahabat karib dari Guru Bangsa pejuang kemanusiaan itu. Dalam banyak riwayat,
disebutkan beberapa kisah-kisah menarik yang melibatkan mereka berdua, semua
itu menunjukkan betapa keduanya memiliki mata batin (Bashiroh) yang
sama-sama tajam dan kuat dalam melihat segala hal yang ada dan akan ada di
hadapan mereka.
Habib
Ja’far al-Kaff, adalah seorang yang dipercaya memiliki tingkat kedekatan dengan
Allah, kedekatannya ini membuatnya tak lagi mampu berkomunikasi dan mengenal
sesuatu di dunia ini layaknya manusia umum yang ‘awam. Oleh karenanya,
beliau dijuluki dengan al-Majdzub, sebuah maqom di mana seseorang akan
bertindak laku di luar konstitusi logika orang-orang biasa. Sehingga, segala
aktifitas dan akhlaknya tak akan mampu ditangkap oleh nalar.
Sejauh
rekam media yang meninggalkan berbagai foto dokumentasi, Habib Ja’far al-Kaff
selalu tampil sederhana dengan kemeja berlengan pendek berwarna putih, celana
dari kain yang berwarna hitam, dengan peci nasional menutupi rambut gimbal
beliau. Kumis dan jenggot, sejak muda, tumbuh subur menutupi hampir separuh
dari wajahnya. Habib Ja’far sangatlah bersahaja, selalu duduk di atas kursi
setiap kali menghadiri acara, tapi rajin menari-nari ketika mendengar solawat
kesukaannya seolah beliau hidup dan hanya melihat kekasihnya:
صلاة الله ما لاحت كواكب – على احمد خير
من ركب النجائب
Berita
berpulangnya Habib Ja’far al-Kaff meruntuhkan segenap atraksi ruhani yang kerap
diperagakan oleh orang-orang yang hati dan jiwanya melanglang buana di langit. Kita
tentu tak pernah tahu bagaimana perjalanan Abu Yazid al-Bisthomi, Imam
al-Junadi al-Baghdadi, al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad, Maulana Syeikh
Abdul Qadir al-Jailani atau bahkan Syeikh Siti Jenar yang lompatan
spiritualitasnya tak mampu dinalar secara rasional. Yang kita dapatkan hanyalah
sekumpulan informasi tentang riwayat hidup mereka serta berbagai keramat yang
meliputinya. Kita beruntung masih bisa mendapati zaman, di mana zaman itu hidup
seorang Habib Ja’far bin Muhammad al-Kaff. Setidaknya, dari beliau kita mengerti, bagaimana "cinta" bisa memangkas dan membunuh, menyibak dan menelan apa saja yang dimiliki oleh manusia, termasuk "akal" sehatnya.
هل رأى الحبّ سكارى مثلنا –
كم بنينا من خيال حولنا
Untuk mereka, mari heningkan
cipta!
ربّ فانفعنا ببركاتهم –
واهدنا الحسنى بحرمتهم
وأمتنا في طريقتهم –
ومعافاة من الفتن
Komentar
Posting Komentar