Orang-orang yang hari ini menjadi pemangku kebijakan di
negeri ini adalah para pemuda di masanya. Mereka adalah orang-orang yang pada
zaman sekolah diberi motivasi pada saat Apel Pagi (hari senin) di halaman
sekolah “kalian adalah calon pemimpin masa depan yang akan membawa bangsa ini
lebih baik lagi”, ujar kepala sekolah dengan semangat. Siapa yang akan kita
caci maki gara-gara UU Cipta Kerja kemarin? DPR, Mentri, apa Presiden Jokowi?
Atau Menkosaurus LBP, apa ketua abadi PDIP Megawati? Bukankah mereka semua
adalah “orang-orang yang hari ini telah mewujudkan salah satu dari sekian
harapan guru-guru sekolahnya agar berbakti dan melakukan perubahan bagi
negaranya?”.
Mereka tumbuh besar, berproses bersama segala
lika-likunya, pulang ke rumah untuk sungkem dan minta restu orang tua agar
diberi berkat untuk menjadi anggota dewan, ketua partai bahkan untuk menjadi
Presiden. Kemudian sang ibu atau bapaknya akan menengadahkan kedua tangan, agar
anaknya menjadi pribadi yang berbakti dan berguna bagi negara bahkan agamanya.
Setelah itu, bagaimana mungkin, setelah mereka menjadi
anggota DPR, ketua Parpol, atau bahkan Presiden lalu berkhianat? Sulit diterima
nalar, bahwa doa-doa yang diuntai para guru dan orang-orang tua mereka justru
berbalik arah, dan mereka kemudian menjadi pencopet uang negara paling besar
dan rapi, atau menjadi tukang sunat anggaran paling hebat. Bagaimana hal itu
bisa terjadi?
Oh ya, dalam setiap sumpah jabatan, para muda-mudi itu
mengikrarkan setiap butir janjinya dengan rapi dan penuh khidmat. Mengatasnamakan
Tuhan yang Mahakuasa, mereka berikrar setia dan berjanji untuk bersikap benar,
disaksikan oleh segenap pejabat dan rakyat. Setelah itu, para pembesar
bersalaman secara gantian memberikan ucapan selamat atas dilantiknya mereka. Bagaimana
mungkin mereka berkhianat.
Pada akhirnya, para pemuda itu kemudian benar-benar
mewujudkan harapan kepala sekolah mereka yang selalu berpesan agar “kelak
mereka menjadi orang-orang yang berbakti bagi nusa dan bangsa”. Berkarir dalam
dunia politik dan menjadi pemangku maupun eksekutor dari sebuah kebijakan
adalah salah satu tempat paling starategis untuk berbakti membawa negeri ini ke
arah yang lebih baik. Dan harus kita akui, mereka yang hari ini duduk di bangku
DPR sambil berdiskusi, ngopi, tidur atau nonton porno adalah orang-orang
yang berbakti kepada negeri ini dalam kacamata “minus”.
Dalam momen Sumpah Pemuda ini, sebagian aktifis
mengadakan agenda akbar untuk terus mengingat dan mengulang perjuangan para
pemuda yang kemudian melahirkan sebuah narasi besar tentang negara Indonesia,
mereka baca sejarahnya, mengulang ikrarnya dan berorasi dengan menggebu-gebu
seraya menyumpahi kondisi negara dan pemerintahan yang kacau balau oleh karena
dipimpin oleh orang-orang yang juga “pemuda-pemuda di masanya” yang tak kalah
optimis dari pada mereka.
Inilah momen sumpah pemuda, di mana para pemuda mengutuk
pemuda di atasnya, sebagaimana sewaktu mereka muda juga menyumpahi pemuda lain
tepat depan mukanya. Untuk mereka yang sedang rajin menyumpahi, tunggulah waktu
di mana kalian juga akan disumpahi!
Terus bagaimana? Kapan sumpah serapah antar pemuda itu
akan berakhir?
Jawabnya ada di ujung langit..
Kita ke sana dengan seorang anak..
Anak yang tangkas, dan juga pemberani..
Bertarunglah..
Komentar
Posting Komentar