Sabtu (19 September, 2020) daku melakukan perjalanan
sedikit jauh dalam rangka silaturrahim dan mencari tempat ngopi yang
sedikit berbeda suasana, yakni Kecamatan Meliau. Daerah ini masuk dalam
Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Secara geografis, Kecamatan Meliau
dikelilingi oleh Sungai Kapuas, sehingga jalan-jalan poros yang menghubungkan
satu desa ke desa lain dalam kecamatan ini harus ditinggikan, kalau tidak,
sudah pasti tenggelam.
Perjalanan menuju ke Meliau berjalan lancar. Mobil CRV
yang kami tumpangi cukup tangguh untuk menempuh perjalanan sejauh ini. Jalan
yang harus ditempuh untuk sampai ke daerah Meliau ini memang memerlukan
keahlian khusus. Oleh karena jalan yang turun naik, sempit, ditambah lagi,
sepanjang jalan ini adalah Jalan Trans-Kalimantan, yang menghubungkan provinsi
Kalimatan Barat dengan provinsi yang lain. Kendaraan bermuatan berat dengan kecepatan
luar biasa harus tetap diperhatikan.
Kami sampai pada saat orang-orang Meliau sedang khusyuk
melaksanakan salat magrib. Alhamdulillah, kami berkesempatan untuk salat
di Masjid Ittihad, di Meliau Hulu, sepertinya ini adalah masjid terbesar di
sana. Dan menurut satu informasi, Masjid dengan warna kuning khas
Keraton-keraton Kalimantan Barat ini dibangun oleh Soeharto pada tahun 1980-an.
Dan sampai saat ini, bangunannya masih tetap tegap dan kian bagus.
Seorang kawan (Topik) yang juga menyertaiku dari
Pontianak, mengajak kami untuk singgah dan beristirahat sejenak di tempat
Pamannya, yang seorang pemuka masyarakat di daerah ini. Kami disambut dengan
ramah oleh seorang ibu yang tidak begitu tua, belakangan kami kenal
panggilannya, yakni Bu Mis. Kami bersedih kalau suaminya baru saja meninggal
dunia, seorang yang dikenal baik serta memiliki pengaruh yang cukup kuat di
daerah Meliau ini. Semoga Allah mengampuni dosa dan menerima segala amalnya
Alm. Pak Munir!
Rumah yang kami singgahi ini sangatlah sederhana, ruang
tamu yang juga begitu sederhana, tapi di sebuah rak besar, jejeran piala
Musabaqah Tilawatil Quran tidak terhitung (karena memang tidak berniat
menghitung) karena banyaknya. Ya, rumah sederhana ini adalah tempat lahir bagi
banyak sekali huffadz (penghafal al-Quran) untuk daerah Meliau. Dan, Bu
Mis yang tadi menyambut kami, adalah seorang Hafidzoh yang separuh
usianya dihabiskan untuk mengajarkan al-Quran kepada anak-anak, dan mendorong
mereka untuk menjadi seorang penghafal al-Quran. Piala-piala itu menunjukkan,
bahwa anak didik Bu Mis telah mampu membawa daerah Meliau terus berjaya dan
diperhitungkan dalam tiap momen MTQ.
Di sebuah kecamatan yang jauh dari hiruk-pikuk kota,
sebuah rumah kecil nan sederhana, telah melahirkan anak-anak luar biasa yang
terus berusaha menghafal al-Quran.
أللهمّ ارحمنا بالقرأن
Komentar
Posting Komentar