Sejak menyelesaikan sidang Munaqosyah di kampus
kebanggaan (IAIN) Pontianak pada 10 Maret yang lalu, aku resmi menyandang gelar
penggaguran. Dan aku sudah sedia barangkali akan terjebak dalam ketidakpastian
lagi dalam hidup. Susah menurutku kalau bukan orang tajir untuk nyari kerja,
boro-boro mau nikah. Yang ku khawatirkan pertama kali, pasca lulus ini hendak
ke mana kehidupanku berlabuh. Perempuan dambaan (future wife) sudah ada
dalam pikiran, tapi tetap saja belum ada kejelasan.
Ah, aku seperti ingin balik ke usia-usia 23-24 kalau saja
tahu begitu beratnya masa ini jika kita membekali diri dengan berbagai
keterampilan dan suatu keahlian. Aku berpikir, apa keahlianku? Tepatnya
keahlian yang bisa membuatku bisa mendatangkan pundi-pundi rupiah di masa-masa
sulit ini. Karena beberapa hari setelah aku sidang, corona virus yang lebih ngetrend
dari booming-nya UAS itu, hari ini benar-benar membuat ekonomi dunia
seperti kehilangan keperawanannya.
Sambil melihat langit-langit kamar yang polos (di
pesantren), aku menghayal “andai saja aku memiliki beberapa keahlian praktis
seperti bisa nyopir, aku mungkin bisa cepat dapat kerja sebagai kurir
ayam siap potong, apalagi dekat-dekat ramadan begini”. Namun, apalah daya
hamba, bahkan pakai motor kopleng saja aku masih kaku bahkan cupu. Di
sela-sela khayalan, aku tersadar kalau keahlianku hanya satu, yakni menghayal.
Kuteruskan hayalanku sampai bobok cantik untuk mengisi waktu-waktu nganggur
ini.
Lalu, Jin baik berbadan biru tiba-tiba saja menghampiri
di alam mimpiku. Aku serasa masuk dalam alam “Arabian night” yang
masyhur dengan cerita Aladin-nya. Aku sampaikan tiga permintaanku pada Om Jin
yang tampak ramah itu. Satu, ingin dapat pekerjaan yang tak berat, cukup duduk
saja, tapi penghasilan besar. Kedua, aku ingin menikahi gadis impianku. Dan
ketiga, jika aku mati kelak, aku ingin masuk surga bersama para Nabi, para shiddiqin,
para syuhada’ dan orang-orang yang sholih.
Jin kemudian setengah terbang dan teriak “permintaan ready!”.
“Hasani!, bersedialah untuk menerima segala impianmu menjadi kenyataan” teriak
Jin sambil terbang beberapa meter di atasku yang duduk sambil menggosok lampu
ajaib. Kemudian kulihat kepulan asap tebal membumbung hingga menutupi
padanganku ke langit dekat. Lalu, gumpalan asap itu kian menebal hingga hitam
pekat. Aku menanti dengan penuh penasaran dan tentu optimisme tinggi sebelum
akhirnya aku terkaget ternyata jemuran di luar belum kuangkat.
Komentar
Posting Komentar