Di tengah terik matahari, di antara rimba ilalang dan
dedaunan kering, seorang petani dengan peci putih, kaos berkerah berwarna gelap
dan bersarung rapi tengah sibuk mengayunkan cangkulnya. Sesekali menengadah ke
langit melihat ketinggian mentari kemudian mengusap dahinya yang bercucur
keringat. Sedikit jauh, dua orang yang tampak masih muda bercengkrama sambil
tangannya tak berhenti menarik rumput dan benalu yang melekat di sisi tanaman. Kebun
di ujung desa itu dipenuhi dengan palawija, mulai dari sayur mayur sampai
umbi-umbian. Dari keringat-keringat mereka, orang-orang kota menaruh
kebutuhannya. Ketika matahari semakin menyengat, tiga orang itu kemudian
melepas lelah sambil minum dan menghisap rokok di bawah pondokan kecil. Mereka
bercengkrama dengan penuh keakraban. Sesiapapun yang melihat, pasti akan tahu,
bahwa hubungan antar ketiga orang ini adalah guru murid, atau Ustadz dan dua
orang santrinya.
Ustadz Abdul Kholiq, begitu para santri memanggilnya.
Seorang guru yang mengabdikan diri untuk mendidik dan mengajarkan tentang hidup
kepada para santrinya. Beliau tinggal di sebuah desa yang tak begitu jauh dari
perkotaan. Semasa di Kota, dalam seminggu sekali saya sering menyempatkan diri
untuk sekadar menatap wajah beliau yang teduh dan penuh keikhlasan. Tak tergores
sedikit pun letih walau terkadang cobaan kehidupan begitu berat beliau
tanggung. Sehari-hari beliau bertani untuk memenuhi kebutuhannya, karena memang
beliau tak memiliki bekal ijazah yang bisa dipertaruhkan. Makan, tidur dan
berkendaraan dengan sederhana, begitulah citra beliau.
Seiring perjalanan waktu, dalam kerinduan yang
berselimut, seorang santri kerap merindukan gurunya. Kerinduan yang tak bisa
disamakan dengan kerinduan kepada orang tua, kepada saudara, sahabat apalagi
kerinduan Dilan pada Milea. Hal inilah yang membuat santri manapun sejatinya
tak pernah berstatus sebagai alumni dalam arti terlepas sama sekali dari relasi
guru murid seperti lembaga-lembaga pendidikan lain. Maka, sebuah tradisi
kepesantrenan yang teramat mahal harganya adalah ketika dalam setahun dua tahun
kerinduan datang sedemikian mendalam, secepat itulah kemudian dia bergegas
untuk sekadar sowan kepada sang guru.
Relasi guru murid yang begitu erat di pesantren sangat
kentara dan begitu berpengaruh terhadap santri di manapun ia berada. Dalam
ikatan yang lebih khusus, santri bukan hanya berguru dan menimba arti kehidupan
dari sosok Kiai yang dia takdzimi, tapi juga menjadi tempat pengaduan
spiritual di tengah angin badai ujian yang menggoyahkan. Sampai saat ini masih
kita temukan, seorang santri yang ketika dihadapkan pada persoalan-persoalan
krusial dan dilema, didatangi oleh Kiai-nya dalam bentuk mimpi yang sepintas
lalu sulit dipahami. Bahkan, isyarat kerinduan semakin nyata manakala wajah
sang guru terlintas di sela doa-doa yang dia kirimkan, seketika itu titisan air
mata mengalir begitu saja.
Di antara sekian banyak Kiai-kiai agung di setiap
pesantren, biasanya ada sebagian santri yang memiliki hubungan sangat kuat
dengan salah satu guru di antara yang lain. Hal ini terjadi karena berbagai
alasan sehingga sang guru menjadi pemahat jiwanya. Dalam hal ini, seorang
santri biasanya akan terus terhubung dengan sang guru walau jarak memisahkan,
rindu dan doapun menjadi wakil dari segenap perasaan yang sulit sekali
diungkapkan di antara keduanya.
Begitulah Ustadz Abdul Kholiq dalam hidupku, di antara
sekian banyak guru-guru agung yang telah memberikan secercah sinar dalam hidup
ini, Ustadz Abdul Kholiq menjadi sinar di antara sinar yang selalu menyertai
diri. Seluruh hidupnya seolah menjadi cermin terang di tengah banyak cermin
kotor di sekelilingku hari ini. Hidup hanya dengan bertani yang hasilnya tak
seberapa, malam hari mencari ikan dengan sentruman, lalu beribadah dan mengajar
dengan penuh khidmat di sela-sela waktunya. Dalam kepribadian Ustadz Abdul
Kholiq, diri seperti sedang ditunjukkan bagaimana kearifan orang-orang dahulu
dalam menjalani kehidupan ini. Di tengah berbagai pergeseran, mulai dari
tradisi sampai moral, bisa terhubung dengan Ustadz Abdul Kholiq adalah teladan berharga dalam hidup.
Komentar
Posting Komentar