Kenangan


Semua kenangan mungkin saja bisa dihilangkan, tapi sulit untuk terlupakan. Kalau perangai buruk seseorang telah melukai hati kita, mudah sekali untuk kita mendaurulang sebuah luka sebabnya, manakala di depan berjalan slide yang menampilkan jutaan kenangan itu bertubi-tubi menyerang kelopak mata, menusuk hidung dan menebar aroma luka di ruang-ruang kosong di dasar hati. Namun, kita memang tidak pernah bisa bersikap adil dengan di atas neraca hukum, apalagi hukum jiwa, karena luka yang kita torehkan kepada seseorang hari ini sudah tak masuk lagi ke dalam daftar dosa kita.

Dengan ribuan permohonan ampun, seorang bisa saja berbaik sangka bahwa seluruh dosa-dosanya akan diampuni oleh karena samudera Tuhan tentang ampunan jauh lebih luas dari kerontangnya ladang amarah. Namun, bukan berarti pena sejarah berhenti menulis –yang lalu maupun yang akan datang- tentang setiap langkah yang telah dan akan ditempuh. Dalam bahasa Fikih-sufistik, ketika seorang sudah bertaubat dengan ketentuan yang sudah digariskan dalam prinsip taubatan nasuha yang mencakup tiga proses –sesal, janji untuk tidak mengulangi dan tetap dalam kebaikan- maka,dia untuk selanjutnya urusan dengan Tuhan (haqq Allah) telah seelesai, dia bisa mati dengan tenang.

Tapi, tidak demikian dengan pena sejarah yang pernah buat di antara sesama manusia (haqqul adami), semuanya masih terekam erat sekalipun diri sudah membujur dan membangkai. Demikianlah kenangan berjalan, mengisi, mengunyah hari-hari sepanjang manusia masih bernama.

Ah, let’s gone by a gone!, kata seorang bijak suatu ketika di warung kopi. Pikirannya membumbung seiring kepulan asap rokok yang memenuhi pojokan warkop. Di antara asap demi asap yang lenyap entah ke mana, masa lalu itu mengisi ruas ruangan, menyelinap masuk ke dalam rongga-rongga pernasapan orang lain, atau bahkan di bersatu –bukan sirna- dengan jutaan polusi pinggiran jalan depan warung.

Demikianlah jutaan kenangan dan sejarah mengendap dalam benak setiap orang. Dia masih akan terus bersarang di dalam dasar hati, adakalanya dia akan kembali ke dalam ingatan dekat ketika beberapa kondisi sosial tertentu mengudangnya kembali. Selama ini, manusia hanya menampilkan citra di luar saja, benar-benar terlepas secara fisikal dengan perilaku kehidupannya. Namun, no body knows, bagaimana hati dan pikirannya mencatat sejarah dalam kehidupannya.

“Pantesan saja aku sering jijik sendiri manakala membaca statusku di pesbuk 5-6 tahun yang lalu” ujar seorang teman ketika ngopi. Kita tersentak akan sesuatu, bahwa sejak pesbuk menguasai dunia, sejarah seseorang juga bisa tercatat secara kasar dalam status-status yang dituang ke dalam beranda pesbuknya. Tak ada yang benar-benar privat hari ini, setelah satu malam kencan dengan dua cewek sekaligus, pagi harinya seorang dengan mudah berkoar penuh bangga bahwa dia adalah pria yang beruntung.

Hari ini media turut serta memangsa sejarah seseorang yang sejatinya dicatat dalam hati dan pikiran. Dengan kemudahan menulis dan mencurhatkan segala sesuatu di dinding pesbuk, kita sama-sama bergerak dalam sebuah proyek “pelepasan” keutuhan diri. Tak ada yang bisa dan mencoba mengekang kita untuk berbagi dan membagikan sesuatu bahkan yang tak penting sekalipun. Perlahan-lahan, berbagai kemajuan dalam bidang teknologi informasi telah memangsa bukan hanya fisik belaka, melainkan yang hal metafisik sama sekali.

Komentar