12/09/2019
Ini masih soal kegiatan
ngopi sehari-hari, seperti tak ada yang lebih asik dalam hidupku kecuali ngopi,
diskusi, menulis dan bersenda gurau dengan orang-orang yang sama-sama merasa
asing dengan kenorakan hidup yang mewabah. Sepanjang 2015 sampai 2019 ini,
patner ngopiku masih sama saja. Spesies jomblo kelas berat, yang memilih
sendiri karena tak suka dengan kepalsuan rasa yang semakin murah harganya.
Tentu saja ada Bang Rusydi
Aslam, Yacub, Bang Fauzi. Selain tiga orang ini tentu saja ada beberapa nama
yang kualitas obrolannya di warung kopi sesuai dengan seleraku. Ada Fahri,
mahasiswa jurusan Ahwal Syakhsiyah, hari ini dia sudah mulai merintis proposal
penelitian. Fahri senang berdiskusi, dia banyak sekali membaca buku dan sangat
antusias membicarakan beberapa teori berat dalam filsafat, pemikiran Islam
bahkan politik. Baginya, semua itu adalah gairah.
Ada juga Kiki, anak
Pegawai Negeri (Guru) di Singkawang. Dia adalah karibnya Fahri, juga senang membaca
buku dan menghasrati diskusi pemikiran, filsafat dan kehidupan sosial. Dua
manusia ini terbilang langka spesiesnya hari ini. Terutama ketika dihadapkan
dengan kebanyakan mahasiswa yang semuanya gila handphone dan malas
membaca, rajin meng-upload instan story yang tak penting. Kedua-duanya
juga memiliki karir akademik s-1 yang lumayan rapi, terutama jika dibandingkan
dengan nasibku kuliahku.
Aku selalu merasa hidup
bila berdiskusi dengan dua orang ini. Terjadi dialektika dan pertukaran pikiran
yang panjang, rumit bahkan menjenuhkan bagi orang-orang yang malas baca buku. Tapi,
bagi mereka berdua, setumpuk teori dan pengetahuan yang mereka serap dari
berbagai bacaan adalah benda tak berbentuk, namun begitu mahal harganya. Dua
orang ini juga memiliki hobi yang sama dalam memperoleh bacaan, yaitu meminjam
buku di Perpustakaan IAIN Pontianak, kemudian –akan- dikembalikan dalam waktu
yang belum atau bahkan tidak ditentukan. Bahkan mungkin jadi koleksi pribadi
mereka. Aku berdoa mereka berdua segera insaf.
Selain orang-orang di
atas, kawan ngopi yang juga kuanggap asik dan seru kala bersama adalah Mustofa.
Aktifis yang begitu aktif bergerak dan berjuang bersama PMII. Bahkan hari ini
dia telah memimpin sebuah gerakan PMII Raya yang merupakan musuh bebuyutan PMII
Kota. Mustofa memiliki minat dan idealisme pergerakan yang kuat, sehingga
setiap pergerakan yang dia pimpin memiliki basis yang kokoh di akar rumput. Sebagian
besar kader PMII di kampus IAIN Pontianak hari ini, adalah kader PMII Pontianak
Raya di bawah pimpinan Mustofa sebagai Bapak Revolusinya.
Belakangan, Mustofa
mengenalkanku dengan salah seorang yang sebenarnya pernah kukenal beberapa
tahun lalu, tepatnya 2017. Pada tahun itu aku terlibat dalam sebuah agenda
besar atas nama PMII, yakni agenda Sholawat Kemerdekaan yang akan digelar di
Halaman Masjid Raya Mujahidin. Ketika berbicara event besar dan bersejarah ini,
aku akan segera ingat kepada al-Habib Sholeh bin Syeikh As-Segaf, ketua PK PMII
Untan. Waktu itu, aku sebagai ketua PK PMII IAIN Pontianak, bekerja sama
dengannya untuk menggelar agenda selawatan itu. Acara sukses, tentu semua
berkat kerja keras Habib Sholeh, bukan aku.
Kembali kepada orang yang
dikenalkan Mustofa itu. Namanya Nagin, aku tak tahu pasti apa nama lengkap dan
latar belakangnya. Yang kutahu dia adalah seorang desainer baliho, banner dan
panggung. Dia juga pakar dalam bidang telekomunikasi, bahkan juga kerap
terlibat dalam event-event skala nasional. Hari ini, dia sedang bergerak
bersama beberapa kader PMII untuk sama-sama tergabung dalam sebuah kerja
internasional dalam rangka menjajakan budaya-budaya lokal ke tingkat
internasional melalui google. Aku tak tahu pasti apa jenis pekerjaanya
dan bagaimana sistemnya. Tapi yang pasti, prospeknya bagus.
Aku kemudian memanggil
orang ini dengan Bang Nagin, sebagai panggilan hormat kepada orang yang –pasti-
lebih berkualitas dariku. Bang Nagin, pada tahun 2017, dialah desainer baliho
panggung dan yang bertabur di jalanan dalam rangka menyemarakkan dan mensukseskan
agenda Sholawat Kemerdekaan yang di gelar pada tanggal 17 agustus tahun itu. Setelah
acara besar itu selesai, praktis aku tak lagi berhubungan dengannya.
Namun, tahun 2019 ini
Tuhan mempertemukan kami lagi. Dengan gaya bicara yang masih sama, kami berdiskusi
tentang satu atau dua poin yang tentu tak banyak dibicarakan orang lain.
Minatku dalam menulis seperti menjadi alasan utama pertemuan kami siang itu di
warkop Suprapto. Bang Nagin juga hobi membaca, bahkan dia memberikanku satu
website yang bernama serbasejarah.com yang berisi beberapa bacaan sejarah yang
begitu jarang kudapatkan bukunya di dunia nyata. Sebagian sudah dilarang
dicetak, sebagian yang lain sudah lapuk karena mungkin tidak menarik. Tapi
ketika dibaca, semua sejarah itu begitu indah, begitu menakjubkan, tentang
negara ini. Ada beberapa catatan yang hilang bahkan dihilangkan, tentu saja
karena sejarah milik pemenang.
Hari ini, dia dan Mustofa,
tentu saja beberapa kader PMII terlibat dalam satu event prestius, Rei (Real
Estate Indonesia) Expo. Sejak beberapa bulan terakhir, banyak kader PMII yang
mulai mem-posting pamflet dengan tajuk ini. Aku bergumam, PMII hari ini
benar-benar cepat pergerakannya. Mereka seperti sudah muak dengan agenda-agenda
publik tentang terorisme, radikalisme atau kebangsaan, dengan cara masuk ke
beberapa event-event dengan cakupan nasional atau mungkin internasional yang
bergengsi. Acaranya saja di Pontianak Confrence Center. Sampai tulisan ini
dibuat, kegiatan besar itu masih berlangsung, dan PCC masih sesak dengan
manusia, sepetinya.
Meski aku tak terlibat dan
tahu pasti seperti apa konsep acara itu, tapi aku cukup bangga dan senang
melihat beberapa kader PMII yang sudah mau move on dari tradisi menjadi
makelar politik dan pialang anggota dewan. Hari ini, proyek mereka sudah masuk
ke dalam beberapa sektor ril dalam sebuah pusaran ekonomi Indonesia yang
meniscayakan sikap dinamis dan multi-patron. Aku melihat, beberapa senior
politisi sudah mulai kehilangan signifikansi, justru kader PMII –khususnya
Pontianak Raya- mulai berusaha untuk berdiri sendiri dengan mengandalkan
kreatifitas yang mereka miliki. Mustofa dan Bang Nagin mungkin salah seorang
yang memiliki saham besar dalam hal ini.
Komentar
Posting Komentar