IAT 2013- Bukber



Ramadlan 2019 ini daku memutuskan untuk jarang keluar dari pesantren karena beberapa alasan, penghematan dana sekaligus istirahat dari aktifitas. Terbilang sukses, jadwal keluar kampung memang terbilang sedikit, dan kuupayakan untuk lebih maksimal mengajar tafsir Surat al-Fatihah. Selain itu, aku mulai belajar bagaimana cara menyajikan sebuah tafsir al-Quran yang secara berkala ku-upload ke salah satu website milik Nahdlatul Ulama Kalimantan Barat.

Daku sadar bahwa dunia di luar sana sedang riuh dengan suasana politik yang belum reda, apalagi pasca penetapan hasil rekapitulasi KPU yang diumumkan secara mendadak dan misterius itu. Namun, daku tak mau mengomentari ini karena begitu menggelikan dan menjenuhkan. Paling tidak, beberapa kosakata baru seperti pipelpawer, kuikon, rilkon, c1,terstruktur, masif, setan gundul, dan lain-lain adalah istilah baru yang masuk ke daftar kamus masyarakat. Walhasil, hari ini rakyat Indonesia mendadak paham dengan beberapa istilah-istilah teknis pemilu yang berat-berat itu.

Karena kondisinya begitu, daku putuskan untuk lebih banyak tinggal mendekap di kamar, sesekali turun untuk melaksanakan aktifitas mengajar, ke masjid atau sekadar cari udara segar. Tapi, pesan pribadi yang kuterima dari dua teman kelas saat di bangku kuliah tak bisa kuhindarkan untuk menghadiri bukber teman seangkatan yang diselenggarakan di rumahnya. Daku salut dengan kokampakan teman-teman IAT 2013 ini, meski sebagian besar sudah ada yang lulus s-2, pengusaha, guru, pemimpin pesantren, pemilik bisnis menengah dan lain-lain, namun urusan solidaritas dan soliditas dari sejak dulu memang selalu tangguh dan militan.
---
Rahman panggilannya, dia yang pertama kali memberikan informasi kalau besok (21 Mei) aku harus datang untuk buka bersama. Yang unik, teman-teman kelasku dari dulu tak pernah mengemas konsep berbuka puasa di rumah makan apalagi restoran, selalu di rumah, kontrakan atau kos-kosan, sederhana namun berkesan. Beberapa tahun terakhir ini memang selalu di rumahnya Rahman. Temanku yang satu ini adalah pasangan muda yang sebentar lagi akan segera mendapatkan momongan, daku turut berbangga, ternyata kejantanannya tak perlu dipertanyakan, meski kuliahnya juga senasib –walau lebih – sependeritaan denganku, belum wisuda.

Yang kedua adalah Anisa, gadis manis berasal dari Jeruju Besar, berprofesi sebagai guru sekolah, dia yang mengharuskanku untuk hadir juga. Meski berita di grup wa sedang asyik-asyiknya, tapi aku memang jarang untuk mengikuti perbincangan mereka, bukan karena apapun, melainkan karena malas saja. Informasi keduanya ini sangat penting, sampai aku harus berbuka puasa di jalanan dengan se-kotak kecil milo yang kubeli di Indomaret.

Ternyata, waktu magrib sudah dekat, dan aku masih di perjalanan, sampai suara adzan kurang dua menit, aku berada di dalam alfamart dan membeli Milo seharga lima ribuan. Aku tahu, di tempat Rahman pasti sedang riuh rendah suara teman-teman sedang bersantap takjil. Aku berbuka puasa di pinggir jalan kemudian melaju kencang untuk mengejar ketertinggalan menuju jalan Swignyo, tempat mertua Rahman.

Di rumah Rahman, dugaan benar, sudah berkumpul kawan-kawan yang wajah dan suaranya tak asing bagiku, minimal tiga tahun yang lalu. Ada Mudesir, ketua tingkat pertama, menjadi leader di saat mayoritas mahasiswa semester pada waktu itu sedang menjalani masa transisi dan proses adaptasi, dengan kematangan berfikir, kharisma serta usianya yang memang di atas rata-rata angkatan, dia mampu menjadi pemimpin yang baik dalam mengurus proses belajarnya perkuliahan selama satu semester, sampai saat ini kawan angkatan IAT 2013 ramai masih memanggilnya dengan Pakwe (Pak Ketue).

Ada juga Wendi, mahasiswa yang semasa kuliah memang dikenal ulet, disiplin serta berperilaku baik, dia baru saja menyelesaikan S-2-nya pada Program Pascasarjana di UIN Yogyakarta beberapa bulan lalu dalam jurusan yang sama. Dia meraih predikat sebagai lulusan tercepat dan terbaik. Tesisnya tentang Tafsir Baisuni Imron, mampu diselesaikannya dengan sempurna. Wendi memang terkenal ulet dan lurus. Semasa kuliah, dia adalah mahasiswa yang paling rajin ke Perpustakaan, sesekali ke Kantin Bu Karim, dan tanpa sedikitpun tergoda untuk masuk ke dalam organisasi apapun bentuk dan namanya. Maka wajar, kalau studinya komplit dalam usia yang masih terbilang muda, sekitar 23-24 tahun.

Selain itu, ada Nanang yang baru saja bertunangan dengan wanita idamannya orang Mempawah. Ada Maryun yang baru saja resmi menjadi suami bagi seorang wanita cantik yang dipersuntingnya beberapa bulan lalu. Ada juga Lara Sendary, gadis Jawa, dari Rasau Jaya, berkacamata, baru saja menyelesaikan sidang skripsinya beberapa waktu lalu. Terlihat juga Iis Syamsiyah, gadis Jawa berasal dari sanggau. Dia keluar dari bangku akademis sekitar semester lima. Hari ini dia sudah menjadi seorang ibu dengan anak laki-laki yang imut, hasil pernikahannya dengan Bahriyadi, kawan kampus juga. Yang tak kalah penting juga adalah kehadiran Mas’udi, seorang laki-laki kalem berasal dari Tanjung saleh, berperawakan sederhana dan tulus. Dia baru saja berencana untuk menyelesaikan skripsinya beberapa bulan ke depan.

Sebenarnya masih banyak yang ingin kusebut, tapi sebagian besar dari mereka tak sempat hadir pada acara bukber 2019 ini. Di antaranya tentu ada Zia, Herman, Ilham, Hanafi, Zulfikar, Nahrudin, Mbak Aniz, Kak Sri, M Nur, Kak Rohimah, Kak Homsah. Tentu karena sebagian sudah bersibuk ria dengan tugas sebagai orang tua, berkarir, pergulatan akademis, dan lain-lain. Dan aku sibuk mencatat hari-hariku, untuk hari ini, besok lusa dan selamanya.

Aku berdoa, semoga tahun-tahun selanjutnya kami masih diperkumpulkan kembali.




Komentar