Beberapa waktu lalu saya terlibat diskusi ringan bersama
dua orang aktivis yang secara umur dan pengalaman lebih dari saya. Perbincangan
dalam diskusi itu mengarah ke banyak hal dan banyak sektor, mulai noraknya
perpolitikan hari ini, galaunya sebagian dari kaum beragama sampai isu tentang selebritis terkini dikupas setajam silet. Salah satu rekomendasi menarik disampaikan oleh
aktivis pentolan HMI ketika diskusi menyerempat seputar akhi-ukhti yang hari
ini semakin eksis terlihat di berbagai media sosial terutama Youtube.
Akhi-ukhti biasanya akan tampil dalam dunia maya dengan pesan dakwah yang
begitu menyejukkan dan membahagiakan. Yang paling menonjol tentu adalah pesan
dakwah yang seringkali “bikin baper”, hal ini terutama ketika membahas problem
anak muda dan serba-serbi percintaan mereka yang meluap-luap.
Untuk topik dari dakwah terakhir adalah yang mengilhami
lahirnya tulisan “ngeracau” ini. Dakwah “bikin baper”, bisa kita
definisikan secara sederhana adalah ajakan kepada muda-mudi muslim agar
menjauhi pacaran sebelum menikah, atau dengan memperkenalkan sebuah semboyan
sebaliknya “pacaran setelah menikah”. Bisa juga dengan propaganda video yang
dishare ke berbagai media, di dalamnya ditampilkan berbagai macam keindahan
tentang indahnya pernikahan di bawah naungan syariat. Untuk membangun adegan
itu, ditayangkan dua sosok suami istri yang baru menikah berlarian di tepian
pantai, di pusaran taman atau tempat-tempat eksotis lain yang menunjang
romantika seseorang dalam bercinta.
Dakwah yang disuguhkan kepada muda-mudi itu mungkin
dimaksudkan agar tidak seorang-pun boleh terperdaya dengan sebuah hubungan
sebelum ijab qabul. Karena, cinta yang harus dibangun dan dipertahankan
dan orang yang harus dicintai bukanlah siapapun kecuali suami atau istri yang
telah sah dan terdaftar di KUA tentunya. Dari pandangan ini kemudian akhi-ukhti
banyak tidak memasang foto asli mereka di sosmed (Pesbuk Dkk) melainkan meme
atau quotes yang berisi ajakan untuk membangun kebahagiaan dengan pasangan atas
dasar syariat. Mungkin tak masalah jika kita memberi nama untuk jenis dakwah
seperti ini dengan “menjalin cinta karena Allah”.
Dengan semakin gencarnya propaganda anti-pacaran sebelum
menikah atau semboyan “pacaran setelah nikah” telah menimbulkan beberapa
fenomena yang serius bagi kehidupan muda-mudi akhir ini. pertama, tentu
populasi jomblo semakin membludak. Bisa anda bayangkan, seorang yang
benar-benar mencintai wanita harus tertolak oleh karena si wanita memilih untuk
menikah muda dan siap menerima cintanya jika sudah terucap dari lisan si cowok “aku
terima nikahnya Fulanah binti Fulan”. Menikah adalah urusan berat, perlu
kesiapan mental, fisik, spiritual bahkan finansial. Akhir cerita, si cowok pun memutuskan untuk
menjomblo.
Kedua, efek dari kian gemencarnya dakwah untuk tidak
berpacaran berimbas pada lahirnya spesies dalam dunia perjombloan. Akhir-akhir
ini kita sering dengar sebuah nama unik, bisa jadi untuk komunitas atau
jaringan kultural yaitu “jomblo fi sabilillah”. Paradigma jomblowan dan
jomblowati yang masuk spesies ini adalah mereka yang tidak berpasangan sebelum
menikah dengan alasan masih nyantri, masih kuliah, sibuk menabung untuk
masa depan dan rumah tangga atau mereka yang menutup pintu hatinya demi
mewujudkan cita-citanya meng-haji-kan kedua orang tua. Kemudian juga muncul macam-macam
spesies lainnya seperti jomblo proletar, yakni mereka yang tidak berpacaran
hanya karena tak memiliki dana berlebih untuk nge-date, jangan biaya
untuk dating, untuk makan saja sang proletar harus terlunta-lunta di
bawah megahnya langit dan di atas kokohnya bumi.
Terlepas dari spesies apa kejombloan yang anda miliki,
pada akhirnya wanita dan seribu rahasianyalah yang menentukan. Dan anda boleh
menambahkan spesies lain yang dirasa cocok dengan nasib perjombloan anda.
Keempat, merebaknya semangat hijrah dalam kehidupan. Layaknya
hidup yang selalu dihias dengan hitam-putih, hijrah dimaksudkan mengubah
tradisi buruk menjadi baik dan lebih baik ke depannya. Pemuda yang pada awalnya
jauh dari Islam dan nilai-nilainya, dengan semangat hijrah yang terbangun dari
dakwah kebahagiaan mendorong dia untuk menjadi lebih baik lagi dari sisi
keagamaan. Pecandu narkoba, pemain wanita dan berbagai aktivitas khas anak-anak
muda lainnya telah menggelapkan dinding kehidupan dan memadamkan lampu
kebahagiaan masa depan. Dengan menjadikan kebahagiaan dunia akhirat sebagai
landasan, maka tersentuhlah hati-hati mereka untuk terus berusaha menjadi baik,
sehingga segala aktivitas yang bisa menjerumuskan ke dalam kegelapan, dengan
penuh semangat mereka tinggalkan termasuk menjalin hubungan sebelum menikah
alias pacaran.
Dengan dakwah jenis ini setidaknya mampu menekan maraknya
kehidupan pacaran yang semakin norak dan tak bermutu yang sepertinya
ditradisikan dengan begitu baik. Sehingga stereoptipe miring kerap disandarkan
kepada mereka yang memutuskan tidak ingin berpacaran adalah “tak laku-laku”
atau tak gentle man alias tak jago. Hari ini, dakwah “bikin baper” telah
memposisikan diri dalam kehidupan aktif dengan semakin banyak populasi akhi-ukhti
yang memutuskan hijrah. Terlepas dari beberapa kritik yang bisa saja diarahkan
kepada kecenderungan dakwah ini, secara keseluruhan dia mampu menawarkan dakwah
yang baik, inspiratif dan sekaligus “bikin bpaer”.
Komentar
Posting Komentar