Lebih Dekat Dengan Kaderisasi Kita (Part 1)


Ini hanya sekadar coretan kegelisahan seorang kader biasa yang tak punya kepentingan apapun kecuali agar PMII lebih baik lagi. Beberapa hari ini saya banyak dihadiri oleh beberapa kader-kader yang tulus berjuang untuk PMII di level terbawah kepengurusan dan bersentuhan langsung dengan kader-kader yang menjadi tulang punggung PMII secara umum. Mereka banyak mengutarakan kegelisahan terhadap banyak hal terkait tantangan dan probem yang dihadapi. Sejenak rasa kagum menyelinap ke relung hati, bahwa kader-kader yang hari ini mulai merasakan pahit manis menjadi pengurus mulai menampakkan mental berjuang dan daya gerak yang baik seiring kegelisahan yang dirasakan. Setidaknya ini menunjukkan bahwa mereka telah bersusah payah menumbuhkan tunas-tunas muda PMII aga senantiasa berada pada jaur gerak yang sesungguhnya. Bersamaan dengan itu, sedih juga menyertai, ketika ternyata semua problem dan kegelisahan mereka dikarenakan kesalahan banyak sistem yang mandul bahkan terkesan dicurangi.
Sontak amarahku setengah terpancing dan bendungan kegelisahan pribadi selama kurang lebih satu tahun terakhir menemukan wadah untuk ditumpahkan. Hingga sampai lah kemarin saya pada sebuah statement yang bisa akumulasi dari sekian kekecewaan lama yang sudah terpendam. Bahwa selama ini kita belum bergerak sebagaimana mestinya untuk kader. Sejauh PMII yang sering dikatakan sebagaimana organisasi kaderisasi, ternyata tidak dan belum melaksanakan kaderisasi sebagaimana yang kita harapkan. Banyak level kepengurusan baik yang di atas atau yang di bawah belum memeiliki orientasi yang menjadikan organisasi sebagai wacana terdepan dalam membentuk kader yang dipersiapkan untuk umat dan bangsa. Cita-cita ideal yang semacam ini bahkan kerap kali dicemooh bahkan dianggap terlalu mengada-ada, muluk-muluk, sok teoritis, sok gelisah dan ucapan-ucapan lain yang menunjukkan betapa buruknya beberapa situasi yang hari ini menjangkit internal PMII secara massif (khususnya di kota saya Pontianak).
Kembali kegelisahan beberapa kader pengurus yang menyempatkan diri bermain ke rumah, bercerita tentang banyak hal apa yang mereka rasakan di rayon terkait kaderisasi yang dilaksanakan serta signifikansi kerjanya. Kegelisahan betapa kader-kader yang dia miliki hari ini sulit untuk dikelola dalam satu sistem kaderisasi yang benar-benar tersistem secara utuh dan terselenggara dengan baik. Secara personal, saya mengetahui apa yang telah dierbuat oleh beberapa pengurus ini di rumah gerakannya, secara proporsional dia telah berupaya menyelenggarakan kaderisasi dengan baik dan manajemen organisasi yang terstruktur dan terkoordinasi dengan baik pula. Saya memastikan ini, karena saya yang diberi kesempatan mengisi up greding pra-raker yang mereka laksanakan. Program-program ke-PMII-an yang mereka sajikan luar biasa variatif bahkan bisa saya pastikan secara keorganisasian rayon ini terbilang paling aktif dengan sistem pemetaan kerja terbaik untuk kota Pontianak dibanding yang lain. Namun tetap saja, mengalami beberapa kemandulan serta beberapa kekosongan yang seharusnya menjadi bahan evaluasi terus menerus.
Mitos Kaderisasi Seleksi Alam
Dari sini bukan memposisikan diri sebagai kader yang merasa paling bisa dan paling hebat ketika berbicara mengenai kaderisasi dan keorganisasian. Anggaplah saya hanya sebagai kader yang selama ini masih berkhidmat dan berikhtiar untuk terus mengecamkan bait-bait dalam naskah baiat saat dilantik. Yang harus dipahami bahwa, beberapa problem yang telah melahirkan kesimpulan bahwa kita masih jauh dari harapan membentuk kader-kader sebagaimana diimpikan oleh PMII sendiri. Kader-kader yang benar-benar lahir oleh karena pola kaderisasi yang kita kembangkan.
Ada satu mitos yang bisa jadi lahir dari keputusasaan sistem kaderisasi yang kita miliki. Mitos seleksi alam. Pada saat momentum Mapaba dan PKD, pemateri biasanya sering kali melakukan indoktrinasi dengan mengenalkan kaderisasi “seleksi alam”. Dalam hal, kita dikenalkan banyak orang sukses yang lahir dari rahim PMII oleh karena proses yang mereka lakukan terbilang baik, sementara mereka yang gagal adalah karena tidak melakukan proses itu sebagaimana mestinya. Saat inilah seleksi alam atau nature selection berlaku. Kader-kader yang baru masuk tidak diajarkan bagaimana mereka harusnya berproses dengan baik, malah diajarkan bagaimana seleksi alam berlaku.
Nature selection ini sebenarnya dapat terjadi di mana seja tidak hanya di PMII secara khusus. Dia adalah konsekuensi logis dari ruang dan waktu. Berhubung PMII adalah organisasi adalah organisasi yang sudah berumur, maka wajar jika nature selection berlaku. Namun, yang menjadi kacau adalah jika memahami nature selection ini sebagai pola kaderisasi dan membiarkannya seolah mencandu kader-kader yang di atas dan di bawah untuk mereduksi kata aktif sedemikian rendah standarnya.
Implikasi dari kesalahan memaknai kata seleksi alam itu, adalah kesalahmengartikan kata “kader aktif dan tidak aktif” di tubuh PMII sejauh ini. Mereka yang terbilang aktif selama ini adalah kalau sering nongol di warkop sama barisan senior-senior, kumpul-kumpul tidak jelas di acara Mapaba dan PKD dan hadir di acara-acara seremonial sekaligus jadi tim “hore” ketika konfercab dan momentum suksesi lainnya. Sedangkan kader yang tidak aktif adalah mereka yang seringkali “menolak” diajak untuk menyeruput kopi di warkop oleh karena bisa jadi memilh aktifitas yang lebih produktif lainnya.
Klasifikasi tak berdasar seperti itu terjadi begitu saja. Pada akhirnya akan semakin memiskinkan kaderisasi yang ada di tubuh PMII sejauh ini. Dari sini, akhirnya timbul sebuah perspektif sempit tentang daya aktifitas kader, bahwa mereka yang rajin “ngopi” walau pun cuma seringkali dijadikan “cecunguk” politik kandang kambing ala makhluk berkepentingan dan sok penting adalah aset berharga bagi PMII atau paling rendah untuk blok. Pada akhirnya cecunguk inilah yang kemudian diberikan porsi untuk mengambil banyak peran di PMII. Sedangkan yang dianggap tidak aktif, akhirnya harus digolongkan pada barisan orang-orang yang terkena seleksi alam. Tidak diprioritaskan bahkan dilirik untuk sekadar dijadikan timses pun tidak.
Membenahi kaderisasi bukan lah suatu yang mudah, ia membutuhkan curahan pemikiran dari atas ke bawah dan eksekusi aktif dari bawah ke atas. Konsekuensi alamiah sebagaimana tersebut, bukan alasan untuk kita lantas berhenti berfikir tentang kaderisasi di PMII. Orang tua kita, NU, adalah organisasi dengan tingkat kematangan dan kedewasaan yang paling baik, dari sisi kultur atau pun struktur. Namun, akhir-akhir mengalami beberapa tahap konsekuensi alamiah dengan mulai terbelahnya beberapa unsur-unsur internal kader-kadernya dari sisi keislaman dan keindonesiaan yang selama ini diemban secara turun temurun oleh NU. Seleksi alam dimulai. Mereka yang benar-benar menjiwai ruh NU semakin tampak, begitu juga yang “setengah matang” juga semakin mengemuka. Pada akhirnya kita tahu, mana yang benar-benar NU dan mana yang setengah kawe.
Walau demikian pun kondisi di NU, tidak lantas PBNU sebagai induk struktur menerima begitu saja takdir alamiah tersebut. Diadakannya Madrasah Kader NU menunjukkan keseriusan NU secara struktur agar seleksi alam yang semakin ganas ini tidak semakin menelan korban yang banyak. Nah, dalam rangka menyambut seleksi itu, PMII harus terus belajar kepada NU sebelum memutuskan diri kembali dengan kondisi yang memalukan. Selama berpisah bertahun-tahun, sudah selayaknya PMII membawa modal kematangan yang bisa dipertanggungjawabkan di hadapan NU.
Demikian kondisi objektif PMII hari ini khsususnya landscape nasib pergerakan di Pontianak. Yang ingin saya ketengahkan adalah, bahwa kaderisasi seleksi alam adalah tidak lantas membuat kita pasrah dengan konsekuensi. Ya, harus kita akui bahwa seleksi alam akan tetap berlaku, namun menghadapinya dengan tanpa berbuat apa-apa tentu sangat menyalahi nyali pergerakan sesungguhnya. Kita tidak pernah berbicara tentang bagaimana menghadapi seleksi alam ke depan yang semakin ketat, sehingga kita bisa mengetahui apa yang harus kita kerjakan agar seleksi alam itu tidak semakin menelan korban dari kaum pergerakan. Seleksi alam bukan sesuatu yang kita tunggu, tapi yang harus kita hadapi, dari sini dan mulai hari ini. (Muhas)

Komentar