Kalipare,
salah satu kecamatan di Kabupaten Malang. Tepatnya di area dataran tinggi
Provinsi Jawa Timur. Daerah ini termasuk sejuk, bahkan kalau malam hari sangat
lah dingin. Di Kecamatan ini, ada seorang Kiai, bernama KH. Khozin Ali Wafa,
selama puluhan tahun mengajar dan memeluk erat kitab Kifayatul Awam karya
Muhammad al-Fudholi. Sepanjang itu pula beliau terus menerus berjalan mengenal
Allah dengan menggunakan daya pikir dan zikirnya, di bawah sinaran kitab agung
ini.
Kesempatan
emas bisa belajar kepada beliau selama dua minggu terakhir ini. Memang sejak
pertama kali membaca salah satu karya tulis beliau dalam bidang Tauhid, yakni
Kasyful Balid, hati dan pikiran sudah tertaut dengan beliau. Sejak saat itu,
nama beliau tak jarang kusebut-sebut dalam tawassul, sehingga kemudian Allah
yang mengatur kesempatan bagiku untuk bisa talaqqi dan mendengar
langsung setiap uraian beliau tentang Allah secara langsung.
Dari
Kecamatan Kepanjen, aku dan Mas Nidhom (teman ngaji dan Luhurian juga) akan
mengendarai sepeda motor kurang lebih satu jam ke daerah ini. Setidaknya
melewati tiga kecamatan dengan kontur jalan yang turun naik karena sebagian
besar adalah perbukitan. Pengajian biasanya dimulai dari jam 19: 30 sampai 20:
30, di Masjid Ali Wafa, tepat di samping ndalem beliau.
Beberapa
minggu sebelumnya, aku diajak oleh teman sekaligus guruku, yang merupakan murid
kinasih Kiai Khozin, yakni Ust. Khoiron Nafis untuk sowan dan minta doa. Nama
terakhir ini yang membawa dan memberikan padaku karya Abah (panggilan para santri
Kiai Khozin) yang kusebut di atas. Dalam momen itu, bisa kusimpalkan dalam
benak, bahwa Abah adalah sosok pemikir yang handal. Boleh dikatakan, bahwa
wirid beliau adalah memikirkan Tuhan. Segala hal dengan mudah diolah pikirannya
untuk sampai pada Allah, bahkan –dalam penuturan Ust. Khoiron- ketika melihat
laron, pikiran beliau langsung terjun bebas pada pertanyaan “mengapa Allah
menciptakannya?”. Sebuah zikir dan wiridan yang benar-benar mendalam untuk
senantiasa merasa dekat dengan Allah.
Tak
mudah berpikir sesuatu dengan menjadikan Allah sebagai sentral dalam merumus
dan memecahkan masalah. Perlu wiridan yang panjang istikamah yang tak main-main
untuk bisa membawa pikiran senantiasa berputar dalam singgasana ‘Arsy Allah
yang Maha Agung. Barangkali, inilah yang dimaksud dari firman-Nya:
یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟
ٱذۡكُرُوا۟ ٱللَّهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا
“Wahai orang-orang
beriman, ingatlah Allah dengan mengingat yang banyak”.
Sebagian ada yang mencoba mempraktekkan
ayat ini dengan cara memperbanyak zikir menyebut lafadz al-Jalalah atau
bacaan-bacaan lain yang bersifat verbal. Lainnya, berusaha untuk mengingat
Allah dengan cara menelisik masuk ke dalam ruang-ruang misterius tentang Tuhan,
menyibak hubaya-hubaya yang menyelimuti setiap fenonema kehidupan yang tampak,
melakukan perjalanan ruhani dari bumi ke ‘Arsy , dan pulang lagi membawa segala
keagungan yang disajikan Tuhan padanya.
Komentar
Posting Komentar